Serangan udara Israel yang berhasil menembus pertahanan Iran tanpa perlawanan mengungkapkan kelemahan besar dalam sistem pertahanan udara negeri para Mullah. Serangan yang menghantam sejumlah titik penting di wilayah dalam negeri Iran itu nyaris tidak terdeteksi, menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin negara yang mengklaim memiliki sistem pertahanan modern tidak mampu mendeteksi, apalagi mencegat, serangan dari musuh utamanya? Fakta ini memperlihatkan bahwa ada kebocoran besar dalam arsitektur pertahanan Iran yang selama ini dianggap tangguh.
Salah satu kemungkinan utama adalah kegagalan sistem radar dalam mengidentifikasi keberadaan pesawat tempur Israel sejak dini. Serangan mungkin dilakukan menggunakan jet tempur generasi kelima seperti F-35 yang dirancang untuk menembus radar konvensional. Dengan memanfaatkan teknologi siluman dan jalur terbang rendah, jet-jet ini bisa masuk ke wilayah udara musuh tanpa meninggalkan jejak jelas di layar radar.
Namun kelemahan ini bukan hanya milik Iran. Rusia, negara yang selama ini menjadi panutan dan mitra pertahanan Iran, pun sering kecolongan oleh drone Ukraina. Sejumlah serangan drone Ukraina berhasil menembus ratusan kilometer ke dalam wilayah Rusia, bahkan menghantam kilang minyak dan fasilitas strategis di dekat Moskow. Padahal, Rusia dikenal memiliki salah satu sistem pertahanan udara paling padat di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pertahanan udara modern pun memiliki celah fatal jika tidak disertai dengan kecermatan operasional dan pembaruan teknologi.
Hal serupa juga terjadi di Amerika Serikat, negara dengan teknologi pertahanan tercanggih di dunia. Pada tahun 2023, dunia dikejutkan oleh insiden balon mata-mata milik Tiongkok yang berhasil melintasi wilayah udara AS selama berhari-hari sebelum akhirnya ditembak jatuh. Peristiwa itu mempermalukan Pentagon dan memperlihatkan bahwa bahkan kekuatan besar pun bisa disusupi secara diam-diam. Maka, kegagalan Iran kali ini tidaklah berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian dari fenomena global di mana ancaman udara menjadi semakin sulit dideteksi dengan teknologi tradisional.
Kembali ke Iran, kegagalan sistem rudal pencegat seperti Khordad-15 dan Bavar-373 untuk bereaksi selama serangan terjadi menunjukkan adanya disfungsi dalam sistem deteksi dan respons. Bisa jadi radar memang tak mendeteksi apapun, sehingga sistem rudal tak mendapatkan perintah tembak. Namun bisa juga ada masalah komunikasi internal atau kendala teknis lainnya yang membuat waktu reaksi menjadi terlambat dan akhirnya sia-sia.
Iran diketahui selama ini mengembangkan radar dan rudalnya secara mandiri atau hasil adaptasi teknologi Rusia dan Tiongkok. Namun di tengah isolasi internasional dan embargo teknologi, kemampuan produksi dan modernisasi sistem ini tak bisa mengejar perkembangan ancaman. Serangan Israel kali ini menjadi bukti paling telak bahwa kemampuan Iran belum setara dengan ancaman yang dihadapinya.
Solusi mendesak yang bisa ditempuh Iran adalah membangun sistem radar pasif, yang tidak mengeluarkan sinyal aktif sehingga sulit dideteksi oleh musuh. Radar semacam ini mampu menangkap gelombang elektromagnetik yang dipantulkan oleh obyek terbang, dan lebih efektif dalam mendeteksi pesawat siluman. Iran juga perlu memperluas jaringan radar berfrekuensi rendah yang dikenal lebih sensitif terhadap pesawat berteknologi stealth.
Selain radar, Iran perlu memperkuat integrasi antara pusat komando, unit radar, dan sistem rudal pencegat dalam satu sistem terpadu yang responsif dan otomatis. Banyak laporan yang menyebutkan bahwa sistem Iran masih bergantung pada proses manual dalam banyak tahap, sehingga reaksi terhadap ancaman menjadi lambat. Keterlambatan ini bisa menjadi pembeda antara mencegat serangan atau menanggung kehancuran.
Langkah lain yang bisa diambil adalah memperkuat pertahanan udara berlapis. Iran harus menempatkan sistem pertahanan jarak pendek, menengah, dan jauh secara strategis di sekitar fasilitas penting seperti pusat nuklir, instalasi rudal, dan markas militer. Dengan demikian, jika satu lapisan gagal mendeteksi, lapisan lainnya masih memiliki peluang untuk merespons.
Iran juga dapat memanfaatkan teknologi drone dan satelit untuk memperluas jangkauan pemantauan wilayah udaranya. Selama ini, Iran memang sudah memiliki program UAV yang cukup maju, namun belum sepenuhnya diintegrasikan ke dalam sistem pertahanan udara nasional. Penggunaan drone sebagai mata tambahan di langit akan sangat membantu dalam mendeteksi pergerakan musuh dari jauh.
Sebagai langkah jangka menengah, Teheran bisa meningkatkan kerja sama teknologi dengan Rusia dan Tiongkok, terutama dalam bidang radar kuantum, pengenalan pola elektronik, dan sistem pengendalian tembakan berbasis AI. Namun Iran harus menyadari bahwa bahkan Rusia dan Tiongkok pun belum kebal terhadap kelemahan ini, sebagaimana terbukti dari berbagai serangan yang lolos dari deteksi mereka sendiri.
Kegagalan pertahanan udara Iran kali ini juga menimbulkan krisis kepercayaan di dalam negeri. Publik mempertanyakan kemampuan militer yang selama ini diagung-agungkan oleh pemerintah. Jika serangan susulan kembali terjadi dan sistem pertahanan tetap gagal, maka tekanan politik terhadap rezim akan semakin membesar. Otoritas militer harus segera mengaudit sistem yang ada dan memberikan jawaban nyata kepada rakyat.
Iran berada di persimpangan. Jika ingin mempertahankan kredibilitasnya sebagai kekuatan militer utama di kawasan, reformasi besar-besaran dalam sistem pertahanan udara harus segera dilakukan. Serangan Israel bukan sekadar tindakan militer, tapi juga sinyal bahwa Teheran tidak seaman yang diklaim selama ini. Membiarkan kelemahan ini terbuka sama saja mengundang serangan berikutnya.
Langkah-langkah pembenahan ini memerlukan waktu dan investasi besar. Namun jika Iran bersikeras untuk tetap berdiri sebagai kekuatan mandiri di tengah dunia yang terus berubah, maka modernisasi sistem pertahanan udara bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Dunia telah menyaksikan bahwa bahkan langit negara-negara besar bisa ditembus. Iran harus belajar dari kesalahan sendiri dan negara lain jika ingin bertahan di panggung geopolitik masa depan.
0 Komentar